"Riding a race bike is an art - a thing that you do because you feel something inside."

Monday, September 14, 2015

CHAOS in Misano San Marino!

Valentino Rossi, Misano


Gegap gempita lautan kuning seketika terbungkam ketika tiba - tiba rintik hujan terasa di track Misano di San Marino di Minggu siang, track yang hanya berjarak selemparan batu saja dari rumah sang legenda hidup, sang maestro, sang raja yang menjadi satu - satunya alasan mereka berbondong - bondong mendatangi sirkuit itu. Tampak senyum menghiasi wajah mereka, tentu saja mengingat race terakhir di Silverstone yang juga hujan, sang Maestro yang jadi pemenangnya.





Sejak hari Jumat, Misano dikuningkan oleh Popolo Giallo, bahkan sejak seminggu sebelumnya sudah beredar isu kalau Misano hampir kehabisan tiket. Hal yang tidak pernah terjadi sebelumnya di track manapun. Bahkan di Spanyol yang memiliki lebih banyak pembalap top daripada di Italia seperti Marquez, Lorenzo dan Pedrosa. Italia hanya punya satu andalan, seorang yang sudah sangat lama dan dianggap terlalu tua untuk masih berada di olahraga ini, seorang Valentino Rossi. Adapun Duo Andrea, Dovizioso dan Iannone dianggap masih belum bisa bersuara mengingat mereka mengendarai Ducati yang sampai detik ini masih belum bisa menyaingi kecepatan Honda dan Yamaha.

Valentino Rossi datang ke sirkuit ini dengan bekal sebagai pemimpin klasemen. Dia memiliki keuntungan 12 poin dari pesaing terdekatnya, teammatenya sendiri, Jorge Lorenzo. Vale memulai akhir Minggu di Misano tidak terlalu menjanjikan, di latihan bebas pertama dia hanya berhasil mencatatkan 1:34'086 di posisi 6 di sirkuit yang awal tahun ini baru saja kembali diaspal dan dirubah sedikit layout dan kerbnya agar catatan waktu bisa lebih cepat sedikit. Sementara itu Marquez yang berhasil menjadi yang tercepat dan Lorenzo kedua sudah tampil sangat cepat dimana Rossi berjarak 0,7 detik lebih lambat dari mereka. Hal yang tidak diharapkan oleh Rossi. Di latihan bebas kedua pada sore harinya Rossi berhasil sedikit lebih baik, dengan 1:33'469 di posisi 5 tetapi masih belum cukup karena Lorenzo yang menjadi ancaman terbesarnya meraih juara dunia untuk ke 10 kalinya lebih cepat 0.5 detik dari dia dan berhasil menjadi yang tercepat saat itu.

Hari Sabtu, di latihan bebas ketiga, kembali semua cemas, walaupun Rossi berhasil mencatatkan waktu terbaik ketiga, tetapi Lorenzo yang menjadi tercepat berhasil mengunggulinya dengan 1:32'192, dimana lebih cepat 0,6 detik dari Rossi. Kembali Rossi dan team harus memutar otak mencari ketertinggalan 0.6 detik itu sebelum kualifikasi dan balapan dimulai esoknya. Pada latihan bebas keempat, yaitu latihan bebas terpenting minggu ini, Rossi berhasil memotong gapnya dengan Lorenzo yang kembali yang tercepat menjadi sekitar 0,3 detik, tetapi dia hanya tercepat kelima karena pembalap lain, Marquez, Pedrosa dan Dovi berhasil lebih cepat daripada dia. Khawatir? Tentu saja.

Lorenzo mengacungkan jari tengah ke Rossi.
Kualifikasi. Rossi butuh baris terdepan paling tidak untuk sedikit memberi harapan untuk dapat menghentikan Lorenzo dan Marquez yang biasanya tampil trengginas di sesi ini. Dengan berada di baris terdepan, Rossi dapat berharap seseorang akan menjegal Lorenzo, dalam kasus ini, Marquez dan ketika itu terjadi, Rossi tidak terlalu jauh di belakang. Karena kalau keadaan yang seperti ini, Lorenzo biasanya akan segera kabur kalau sudah berhasil mendapatkan hole shot ketika balapan dimulai dan tidak ada yang akan sanggup menghentikan dia kalau sudah jauh di depan. Dan Rossi sangat sadar betul akan hal ini dan kemudian mengerahkan segalanya di sesi kualifikasi. Pada saat kembali ke pitbox untuk mengganti ban, Rossi tampak menyeka keringat di balik helmnya. Olahraga ini tidak pernah gampang kalau anda sudah berumur dan itu tampak jelas dipertunjukkan Rossi. Dia mengerahkan segalanya dan bekerja sekeras mungkin untuk olahraga dan penggemar yang dicintainya.

Kerja kerasnya sedikit terbayar ketika di penghujung kualifikasi, Rossi berhasil menghindar dari keramaian dan mencatatkan waktu tercepat ketiga. Hasil yang menjadi target Rossi. Lorenzo dan Marquez berada di depannya seperti yang sudah diprediksi sebelumnya. Ada drama yang terjadi di sesi ini. Ketika lap terakhir kualifikasi, Rossi sedang memperhatikan layar untuk melihat apa dia masih punya cukup waktu untuk satu kali lap cepat lagi, ternyata dia tidak sadar berada di jalur balapan, dan lebih sialnya lagi, Lorenzo yang berada di belakangnya. Sudah dapat ditebak, pembalap lebay ini kemudian menunjukkan gesture berlebihan, dia menggeleng - gelengkan kepalanya seolah ingin menunjukkan kalau itu adalah akhir dunia. Terakhir dia mengatakan kalau dia sedang dalam lap cepat karena takut Marquez akan merebut pole darinya, dan Rossi menghalangi dia sehingga dia kehilangan waktu. Padahal jelas terbukti di live timing dan analysis timing kalau dia tidak dalam lap cepat dan walaupun tidak dihalangi Rossi, dia tidak akan bisa lebih cepat dari waktu polenya sendiri. Rossi menyadari hal ini dan menyusul Lorenzo ke tempat latihan start setelah sesi kualifikasi berakhir, dia langsung menunjukkan gesture meminta maaf, yang terjadi malah Lorenzo mengacungkan jari tengahnya dan menggeleng - gelengkan kepalanya lagi. Sungguh perilaku yang tidak pantas ditunjukkan pembalap yang tidak pernah dewasa ini.

Bahkan sesampainya di parc ferme, Lorenzo masih berlarut - larut tampak mempermasalahkan hal ini. Dia menunjukkan sikap seolah - olah dia finish di posisi ke 25. Dia menggeleng - gelengkan kepalanya dan tampak curhat ke teamnya sambil menunjuk - nunjuk ke arah Rossi di sebelahnya. Hal seperti ini tidak seharusnya ditunjukkan pembalap laki - laki professional. Yang saya tau hal seperti ini hanya dilakukan wanita yang kedatangan tamu bulanan. Persis. Rossi sudah minta maaf, dan juga dia tetap sebagai poleman, terus apa yang dipermasalahkan bocah ini? Begitulah yang dipikirkan jutaan penikmat balapan ini. Kita memang membutuhkan drama. Drama adalah bagian dari gairah olahraga ini, tapi tidak drama yang berlebihan dan menjijjikkan seperti ini. Mimpi Lorenzo adalah bisa menjadi seperti Valentino Rossi dan dia tidak sanggup melakukan itu. Semua hal yang dilakukannya berbanding terbalik dengan apa yang seharusnya ditunjukkan seseorang idola. KZL!

Racing Director yang tidak ingin masalah ini berlanjut, atau muak dengan sikap Lorenzo akhirnya mengambil tindakan. Untuk meredam aksi kekanakan Lorenzo, mereka memutuskan memberikan penalty poin kepada Valentino Rossi. 1 poin penalty untuk tindakannya yang dianggap berbahaya dan merugikan pembalap lain. Tidak akan mempengaruhi posisi Rossi di klasemen sama sekali, hanya jika poin penalty sampai 4,7 atau 10 baru akan ada sanksi yang diberikan. Monggo dibaca lagi rulesnya biar ga kudet.


Lautan Popolo Giallo
Hari Minggu, hari penentuan, harinya balapan. Setelah lautan kuning di Jumat dan Sabtu, seolah - olah berubah menjadi samudera di hari ini. Luar biasa, fantastis, gila, merinding, menyaksikan grandstand yang dipenuhi para penggila motogp berbajukan kuning. Ini adalah pertama kalinya saya menyaksikan hal seperti ini. Bahkan tahun lalu euphorianya tidak seperti ini. Bahkan ketika Rossi masih muda dan gila dan mendominasi tidak pernah seperti ini. Padahal Rossi sekarang sudah tua, sudah terlalu lama berada di MotoGP, sudah seharusnya digantikan pembalap yang lebih muda dan lebih cepat, tetapi tidak, popolo giallo adalah orang - orang gila yang mengidolakan satu nama untuk selamanya. Terharu... Betapa beruntungnya saya berada di pihak yang benar. Membela satu nama yang benar, satu nama diatas segalanya, satu legenda diatas yang lainnya. Valentino Rossi.

Setelah race Moto3 dan Moto2 yang berlangsung cerah tanpa hambatan berarti, tiba - tiba langit mendung, seolah - olah dewa Zeus juga seorang fans Valentino Rossi, dia mengirimkan awan gelap diatas sirkuit Misano. Rintik hujan mulai muncul di beberapa bagian track ketika pembalap mulai meninggalkan pitbox untuk menuju ke grid start masing - masing. Raut cemas tampak di muka pembalap yang namanya tidak perlu disebutkan. Dia berusaha menutupinya dengan kacamata dan headset di telinganya. Tetapi kita semua tau apa yang dipikirkannya.
Bukan berarti ini juga aman buat Rossi. Rossi memang master of rain, tetapi tidak kondisi seperti ini. Trek kurang cukup basah untuk Rossi bisa mengeluarkan keajaibannya diatas ban basah.

Rossi dan yang lainnya kemudian mengitari sirkuit dengan berhati - hati di lap pemanasan. Kemudian kembali ke grid start untuk bersiap memulai balapan yang sesungguhnya. Dan lampu merah pun padam, balapan dimulai. Lorenzo seperti biasanya langsung melesat dengan sempurna dan memimpin di tikungan pertama (hole shot) kemudian disusul Marquez, Rossi dan Pedrosa.
Lap demi lap mereka dengan sangat berhati - hati mengitari sirkuit Misano. Tampak beberapa jalur air di trek yang mengakibatkan lap time mereka sangat melambat dibanding dua hari sebelumnya. Kemudian ketiganya memutuskan masuk ke pit untuk mengganti ban di lap ketujuh, Secara berurutan Lorenzo, Marquez dan Rossi. Disinilah drama terjadi. Lorenzo berhasil keluar track lebih dulu bersampingan dengan Marquez kemudian Rossi dibelakangnya. Hal lucu terjadi disini dimana Lorenzo menunjukkan gesture meminta Marquez mundur dan membiarkan dia keluar duluan. Ini balapan apa antre sembako mungkin begitu pikir Marquez. Marquez kemudian membiarkan Lorenzo keluar duluan dari pitlane.

Rossi sempat tampak mengkhawatirkan. Dia sempat tertinggal hingga 3.4 detik di belakang Marquez. Kemudian perlahan namun pasti dia mendekat, mendekat dan mendekat hingga akhirnya persis berada di belakang Lorenzo dan Marquez. Di lap ke 14 Rossi berhasil menyalip Marquez, kemudian membaca Lorenzo untuk satu lap dan kemudian menyalipnya di lap ke 16. Maklum, track basah hanya untuk pembalap yang berani, bukan untuk Lorenzo si banci.

Animo penggemar Rossi di Misano
Rossi terus trengginas melahap lap demi lap dan meninggalkan Lorenzo hingga 2 detik di belakangnya. Tetapi di saat bersamaan Marquez yang sudah kembali mengganti ban kering di lap ke 18 tampil lebih cepat 10 detik dari mereka. Tetapi Rossi tidak memikirkan itu. Dia memikirkan teammatenya di belakangnya, satu - satunya ancamannya di klasemen. Disinilah kejeniusan seorang Valentino Rossi mulai ditunjukkan lagi dan lagi dan lagi.
Rossi tidak juga masuk kembali ke pitbox untuk mengganti motor dengan spek yang cocok untuk trek yang sudah mulai mengering. Dia tau dan sadar betul kalau Lorenzo juga akan mengikutinya. Berkali - kali dia melihat ke belakang untuk mengkalkulasi dimana Lorenzo berada. Dan si hiu bodoh pun memakan umpan yang dipasang oleh si ikan kuning yang kecil. Dia terpancing mengikuti Rossi tetap memaksakan ban basah di lintasan yang mulai mengering. Dapat dipastikan ban itu dicabik - cabik oleh ganasnya lapisan aspal baru Misano, hingga akhirnya di lap ke 20 Lorenzo menyerah dan masuk ke pitbox untuk mengganti motor. Rossi menyadari strateginya berjalan sempurna kemudian juga ikut mengganti motor satu lap setelahnya. Puncak drama terjadi disini.

Lorenzo yang sudah dipermainkan emosi dan mentalnya memaksakan motornya untuk secepatnya mengejar ketertinggalan dari Rossi, tetapi bannya tidak mumpuni. Ban masih terlalu dingin untuk diajak rebah, dia kehilangan grip ban belakang dan harus merasakan guling - gulingan dengan aspal kemudian gravel. Dia terjatuh dengan sempurna, di hadapan lebih dari 92.000 popolo giallo yang bersorak kegirangan di Misano dan jutaan pasang mata lainnya di depan tivi terutama di depan layar proyektor yang saya saksikan bersama ratusan orang lain di Cargloss Pro Rider yang mengadakan nonton bareng di FX Sudirman, Jakarta. Mereka berteriak sejadinya. Teriakan pilu terdengar sayup di sebelah kiri saya, di seonggok fans berbajukan hitam dengan nomer 99, dan teriakan super bahagia dan gembira dan luar biasa memekakkan telinga disekitar saya, mulai dari baju kuning, hijau, cokelat, biru, abu - abu, sampai pink pun berteriak sekencang yang bisa mereka teriakkan, seolah memenangkan lotre milliaran rupiah. Mereka begitu bahagia menyaksikan pemandangan itu. What goes around, comes around. Karma is working. And you don't ever, ever, ever mess with The King on his own backyard.

Saya tidak berteriak, hanya tersenyum. Senyum yang sangat lebar. Sangat sangat sangat lebar. Lebih lebar daripada lembah Grand Canyon. Saya sangat bahagia menyaksikan gairah mereka disana. Saya adalah seorang introvert. Saya tidak menyukai keramaian, saya lebih menikmati ketika saya sendiri dengan laptop saya atau hp saya saja. Tetapi untuk popolo giallo dan untuk Valentino Rossi saya bisa menjadi siapa saja. Luar biasa.. Saya cinta olahraga ini, saya cinta fansnya, terutama saya cinta tokoh utamanya. Ini yang saya butuhkan, pesta dengan sesama penggemar Rossi yang selama ini hanya berinteraksi dengan saya via media sosial saja.

Kembali ke jalannya balapan yang menyisakan 7 lap tersisa. Rossi keluar pitlane dengan ketertinggalan lebih dari 17 detik dari Marquez yang memimpin. Rossi butuh pemanasan untuk ban keringnya sedangkan Marquez sudah dalam kondisi terbaik motornya. Sehingga dia menggila dan meninggalkan Rossi sampai lebih dari 30 detik akhirnya. Rossi sempat tampil cepat di 2 lap terakhir dan memotong jarak dengan Loris Baz di depanny, tetapi tidak cukup waktu untuk itu dan Rossi harus puas finish di posisi 5 dibelakang Marquez, Smith, Redding dan Loris Baz.

Marquez memang lebih pintar, menyadari kalau ban kering akan lebih baik daripada memaksakan ban basah di lintasan yang mulai mengering. Marquez pantas untuk menang setelah keputusan yang bijak dari dia dan teamnya. Rossi memang melakukan kesalahan, tapi dia lebih jenius. Dia mempermainkan pembalap cengeng saingan utamanya dengan indahnya dan berhasil merusak mentalnya. Target utama Rossi adalah ini. Dia tidak peduli Marquez dimana dan juara berapa. Selama dia finish di depan Lorenzo dan memperlebar jarak dengannya di klasemen. Rossi in fact is old, but the young one is still in him.


Tidak perlu berandai - andai hal yang tidak terjadi. Faktanya adalah Rossi finish kelima dan memperlebar jarak klasemen dengan 23 poin. Di posisi ini Rossi sudah menjejakkan satu kakinya di piala juara dunia yang ke 10 nya. 5 balapan tersisa dengan 125 poin untuk diperebutkan Rossi hanya butuh paling tidak finish satu kali lagi di depan Lorenzo dan kemudian tepat dibelakangnya untuk sisa 4 balapan lagi. Atau Rossi butuh Marquez memenangi sisa balapan dimana Lorenzo kedua dan dia ketiga dia akan tetap jadi juara dunia. Skenario masih berpihak ke Rossi di sisa 5 balapan terakhir ini. Marquez masih terlalu jauh dengan 64 poin ketertinggalan dari Rossi. Dia butuh keajaiban untuk bisa mempertahankan juara dunianya tahun ini.
Rossi punya kesempatan finish di depan Lorenzo di Philip Island atau di Sepang. Di Aragon dan Valencia, Marquez sangat cepat, sedangkan Motegi masih milik Lorenzo walau Rossi juga mengakui kalau dia menyukai track ini.

Rossi menyapa penggemarnya setelah finish kelima.
Dengan performa yang ditunjukkan Rossi sepanjang tahun ini, saya yakin Juara Dunia ke 10 kalinya akan kita genggam. Pesta kuning akan terjadi di seluruh penjuru dunia. Pencapaian ini akan menghapus kekecewaan popolo giallo dan Rossi sendiri di Misano. Dia harus mengakhiri podium beruntunnya disana. Rossi mengakui rasanya dia ingin menangis karena gagal bisa podium di depan pendukungnya yang sudah luar biasa datang untuk dia. Dia tidak kecewa dengan hasil yang didapatnya karena ini adalah target utamanya, satu - satunya hal yang dia sesali adalah tidak bisa memberikan podium untuk kita. Gapapa bang, kami sudah sangat bangga dan senang dengan hasil ini. Kami tidak bisa meminta lebih banyak lagi setelah 20 tahun indah yang sudah kau berikan.




Lautan kuning tumpah ruah di sirkuit Misano ketika podium. Mereka dengan lantang dan garang chanting nama Vale Vale Vale! Mereka tidak peduli dengan Marquez, Redding dan Smith yang berhak berdiri di podium. Mereka hanya ingin satu orang disana. Dan kemudian panitia balapan mengabulkan permintaan mereka. Valentino Rossi dipanggil naik ke panggung. Daripada rusuh dan hancur tuh track karena diserbu, mending Rossi dipanggil aja buat nenangin begitu mungkin pikir panitia. Rossi pun muncul di podium, walaupun dia hanya finish kelima. Dia menyapa penggemarnya, melepas kedua knee slidernya dan kemudian melemparkannya ke penggemarnya yang menggila di parc ferme dan di sirkuit.

Tidak pernah dalam sejarah hal seperti ini terjadi di balapan roda dua. Bahkan di cabang olahraga manapun. Rossi lebih dari seperti seorang rockstar. Bahkan di pertandingan sepakbola yang merupakan olahraga terfavorit di jagat raya ini masih kalah jumlahnya dibandingkan dengan yang bisa dikumpulkan oleh satu nama. Di sepakbola mereka datang untuk dua team, dengan jumlah lebih dari 22 pemain untuk dielu - elukan. Sedangkan disini mereka datang untuk satu orang, satu nama, satu pribadi, satu legenda. Semua yang menyaksikan dari layar kaca pastilah bergidik menyaksikan ini. Hal ini juga menyadarkan dan membuka mata saya, kenapa bisa ada orang yang tidak suka dengan Vale. Kenapa bisa ada Sete Gibernau, Max Biaggi, Casey Stoner, dan Jorge Lorenzo di dunia ini. Inilah yang mereka inginkan, inilah tujuan mereka, menjadi seseorang seperti Valentino Rossi, tapi mereka tidak mampu untuk itu, mereka terlalu impoten untuk bisa bersanding dengan Rossi. Bahkan nama mereka pun tidak pantas disejajarkan dengan Rossi. Tidak heran kenapa mereka begitu membenci Rossi dan melakukan segala cara dan mencari segala alasan sekecil apapun untuk memojokkan dia.

Sayangnya mereka sial.
Penikmat balapan bukan orang buta dan bodoh.
Mereka orang pintar.
Kita, orang pintar.
Kita dapat melihat, mendengar, dan memutuskan siapa yang pantas dan tidak pantas.
Karena kita adalah bagian dari Popolo Giallo.
Karena kita bangga sebagai Popolo Giallo.
Mungkin mereka akan lebih beruntung di kehidupan lain dan di galaksi lain. Tapi di dunia ini, di galaksi ini, hanya untuk Valentino Rossi.


We might be millions, but we are one. We are together and we are stronger than ever. We are the proud fans of Valentino Rossi!



Cheers,
CF46 for VR46Vanguard

3 comments: